Jumat, 04 Juli 2008

Calo & Pahit Getirnya Mengurus Paspor



Oleh: Yulius Nurendra Efendi

Pengalaman mengurus paspor sendiri di kantor Imigrasi Surakarta, membuat saya mengetahui bagaimana bobroknya kondisi birokrasi di negeri ini. Berawal dari undangan rekan di negeri seberang, membuat saya pergi ke luar negeri. Hal ini juga yang mengharuskan saya memiliki dokumen paspor.

Tanggal 18 oktober 2006, saya datang ke kantor Imigrasi Surakarta. Saya bawa semua persyaratan lengkap. Di dalam kantor tersebut memang terpampang dengan jelas tentang syarat, prosedur dan tarif untuk pembuatan segala macam surat atau dokumen keimigrasian. Apakah juga sejelas itu proses yang kemudian saya jalani?

Saat memasuki pintu kantor tersebut, kerumunan calo sudah menunggu. Mereka menawarkan jasa pengurusan paspor dengan janji lebih cepat selesai. Tentunya itu bukan tawaran gratis, tapi aku harus membayar uang lebih kepada calo tersebut. Tarif yang dipasang para calo bisa dua hingga tiga kali lipat dari tarif resmi yang hanya Rp.200.000. Karena memang dari awal saya berniat untuk mengurus sendiri, maka tawaran calo tersebut saya abaikan. Padahal jika saya terima tawaran tersebut, dia bisa menguruskan paspor saya hanya dalam waktu sehari. Sedangkan ketentuan resmi yang tertulis di papan pengumuman harusnya dua hari.

Saya mulai urus sendiri pembuatan paspor saya. Pertama, saya membeli formulir/berkas pengurusan paspor seharga Rp.10.000. Untuk pembelian ini, saya tidak mendapatkan kwitansi bukti pembelian. Inilah ketidakberesan pertama yang saya jumpai.

Setelah saya isi lengkap formulir, kemudian saya serahkan lagi berkas tersebut dengan dilampiri persyaratan lain. Proses selanjutnya dimulai dengan pemeriksaan berkas oleh petugas. Ketidakberesan kedua segera terjadi. Meski semua berkas telah lengkap diisi dan syarat telah komplit, sepertinya petugas ingin mencari kesalahan. Entah apa maksudnya. Akte kelahiran yang saya lampirkan sebagai syarat permohonan dipermasalahkan. Petugas meminta saya melengkapi dengan syarat lain yaitu ijasah terakhir. Artinya saya harus kembali lagi besoknya, karena saat itu saya tidak membawa ijasah yang dimaksud. Padahal di papan pengumuman akte kelahiran dan ijasah sifatnya opsional, yaitu saling menggantikan.

Keesokkan harinya, saat ijasah yang dimaksud sudah saya bawa, petugas tersebut malah mengabaikan ijasah tersebut begitu saja. Sedikitpun ijasah saya tak ditanyakan. Ini membuat saya serasa dilecehkan. Yang membuat saya naik pitam, pada proses berikutnya berkas saya sempat tidak jelas keberadaannya. Setelah saya desak, barulah petugas tersebut memprosesnya. Meski untuk itu, saya harus menunggu lebih lama lagi.

Setelah berkas kembali diproses, tahap selanjutnya adalah foto untuk paspor. Untuk keperluan ini, saya harus membayar Rp.55.000. Kali ini barulah diberikan bukti pembayaran. Anehnya, orang yang datang dan memasukkan berkas jauh dibelakang saya, justru dipanggil untuk foto duluan. Baru saya sadar bahwa yang menjadi korban calo bukan saja para pengguna jasa calo, namun juga para pencari paspor dengan jalur resmi. Kami jadi digusur-gusur ke urutan yang lebih belakang oleh orang-orang yang membayar lebih pada calo tersebut.

Setelah difoto, lagi-lagi petugas sepertinya ingin mengulur waktu lagi. Dengan alasan bahwa proses selanjutnya menunggu persetujuan dari Jakarta, ia mengharuskan saya menunggu seminggu lagi. Kali ini saya memahaminya karena akan ada liburan lebaran yang menghalanginya.

Saya pikirkan benar peristiwa itu. Ketidaktahuan mengenai proses yang sebenarnya, menyebabkan saya mengiyakan saja perintah petugas tersebut. Hal ini pasti juga dialami oleh pencari paspor yang lainnya. Proses yang berjalan tak seperti yang terpampang di papan pengumuman. Ketidakjelasan nasib berkas yang kami ajukan, membuat kami seperti jadi bulan-bulanan permainan petugas.

Tanggal 30 Oktober 2006, seperti yang dijanjikan petugas, sayapun kembali lagi mendatangi kantor Imigrasi. Lagi-lagi pelayanan yang diberikan sangat lambat. Dengan alasan harus melewati beberapa meja dan persetujuan, saya diharuskan menunggu dan menunggu lagi. Itupun saya harus beberapa kali menanyakan dengan setengah protes kepada petugas. Sejauh mana berkas saya diproses?

Setelah menunggu hampir 4 jam, dokumen pasporpun baru jadi. Kami pun harus membayar Rp.205.000, dengan rincian Rp.200.000 untuk pembayaran buku dokumen paspor dan Rp.5.000 untuk sidik jari. Kalau dihitung dari proses awal hingga akhir, total yang harus dikeluarkan untuk pembuatan paspor, sebanyak Rp.270.000. Padahal yang terpampang di pengumuman hanya Rp.200.000. Mengurus dengan jalur resmi saja biaya masih bisa membengkak, apalagi dengan calo? Dari beberapa informasi para pengguna jasa calo, ternyata mereka bisa menghabiskan Rp.500.000 s.d Rp.600.000 untuk memperoleh paspor dengan waktu 1 s.d 2 hari. Inikah Indonesia

===

Tips dari: Pauline

Saya juga pernah mengalami hal serupa. Karena pada dasarnya saya tidak suka dengan calo, jadi biasanya saya urus semua surat2 saya sendiri.

Berikut TIPS untuk mengurus paspor sendiri :

1. Pertama datang dulu, catat semua persyaratan yang dikehendaki. Jangan menyerahkan dokumen apapun sebelum semua dokumen yang anda punya dibawa, termasuk paspor lama! Fotocopy dulu semua dokumen rangkap 2 + bawa asli.

2. Datanglah pagi2. Karena kalau pagi biasanya calonya masih sedikit dan orang yang mau pake calo biasanya datang siangan. Dan tidak memberikan mereka alasan makan siang atau waktu sholat.

3. Tersenyumlah dan ajak bicara (sedikit cerewet dan manis gak apa kan?) saat menyerahkan dokumen dan selama pemeriksaan dokumen dilakukan. Jangan pasang MUKA CEMBERUT, SELALU SENYUM. Biasanya JITU untuk membuat pikiran mereka tidak fokus pada keinginan mereka untuk permintaan lebih.

4. Bawalah uang 5ribuan karena kebiasaan korupsi belum hilang dari tanah tercinta kita. Berikan apabila mereka memaksa. Biasanya tidak semua berani memaksa kalau kita bilang tidak ada uang kecil.

5. Pura2 polos kalau mereka memaksa (ikuti gaya mereka juga).

6. Jangan jauh dari loket penyerahan dokumen. Tanyakan selalu keberadaan dokumen selang 15 menit.

Saya berhasil mengurus pembuatan paspor hanya dengan biaya Rp.200.000 + Rp.10.000 (uang korupsi mereka). Sedangkan untuk pengurusan SIM saya hanya mengeluarkan Rp.80.000 (lupa pembagiannya).

===

Tips dari Nova

Saya juga selalu mengurus sendiri segala surat2. Kadang2 saya lihat masalah ini timbul karena orang-orang yg perlu dokumen juga tidak mau mengikuti aturan, maunya di dahulukan, tidak mau antri, dan lain sebagainya. Dan hal ini di manfaatkan oleh oknum2 tersebut.

Dari pengalaman saya mengurus segala surat2 sendiri, ya memang harus sabar, karena yang di urus bukan kita sendiri. Yang sudah memuaskan menurut saya adalah pengurusan perpanjangan SIM. Sistemnya benar2 seperti ban berjalan. Saya perpanjang SIM prosesnya gak sampai 2 jam, sampai di Polda jam 9-an sebelum jam 11 saya sudah on the way back ke kantor.

Kalau mengurus hal2 seperti ini, baca baik2 semua persyaratan dan bawalah semua dokumen2 yang di perlukan, karena kalau tidak, harus bolak-balik lebih sering lagi. Kalau perpanjangan paspor memang saya harus 3 kali ke kantor imigrasi.

Karena sudah tahu syarat2nya saya datang sudah bersama segala dokumen dan photo copy yang di perlukan, jadi tinggal beli map, isi form yang ada, dan masukin berkas.

Yang ke-2 segala proses photo, dan lain-lain

Yang ke 3 ambil paspor yg sudah jadi.

Memang mungkin proses2 yang ada masih terlalu panjang, perlu perbaikan pasti perlu waktu karena pasti akan mengurangi banyak sekali karyawan di departemen yang bersangkutan. Serem juga khan dampaknya. So mungkin kita juga harus coba mengikuti peraturan yg ada, tidak langsung bayar2 dengan alasan supaya cepat.

Tidak ada komentar:

Custom Search